Selasa, 06 Oktober 2015

PARTUS LAMA

Post Terkait Kesehatan
> Penanganan Anatonia Uteri

PARTUS LAMA

1.  Pengertian
-Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin AB., 2002 : h 184).
-Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24jam pada primigradiva, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva. (Mochtar, 1998 :  h 348)
-Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam, yang dimulai dari tanda-tanda persalinan. 

2.  Factor Penyebab
Menurut Saifudin AB, (2007: h 185) Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh :
a.  His tidak efisien (in adekuat)
b.  Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus macet. (Saifudin AB, 2007 : h 191)
c.  Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. Cara penilaian serviks yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetre klinis terbatas. (Saifudin AB, 2007 : h 187)

3.  Faktor lain (Predisposisi)
a.  Paritas dan Interval kelahiran (Fraser  MD, 2009 : 432)
b.  Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. (Sujiyatini, 2009 : h 13).
Pada ketuban pecah dini bisa menyebabkan persalinan berlangsung lebih lama dari keadaan normal, dan dapat menyebabkan infeksi. Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya, bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. (Wiknjosastro, 2007 : h )
KPD pada usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh periode laten yang lebih panjang. Pada kehamilan aterm periode laten 24 jam pada 90% pasien. ( Scott RJ, 2002 : h 177)

4.  Gejala klinik partus lama
Menurut chapman (2006 : h 42), penyebab partus lama adalah :
a.  Pada ibu :
1)  Gelisah
2)  Letih
3)  Suhu badan meningkat
4)  Berkeringat
5)  Nadi cepat
6)  Pernafasan cepat
7)  Meteorismus
8)  Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema serviks, cairan ketuban berbau terdapat mekoneum

b.  Janin :
1)  Djj cepat, hebat, tidak teratur bahkan negative
2)  Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
3)  Caput succedenium yang besar
4)  Moulage kepala yang hebat
5)  Kematian janin dalam kandungan
6)  Kematian janin intrapartal

5.  Penanganan partus lama menurut Saifudin AB (2007 : h 186) adalah :
a.  False labor (Persalinan Palsu/Belum inpartu)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang. Periksa adanya infeksi saluran kencing, KPD dan bila didapatkan adanya infeksi obati secara adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.

b.  Prolonged  laten phase (fase laten yang memanjang)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Bila his berhenti disebut persalinan palsu atau belum inpartu. Bilamana kontraksi makin teratur dan pembukaan bertambah sampaim 3 cm, dan disebut fase laten. Dan apabila ibu berada dalam faselaten lebih dari 8 jam dan tak ada kemajuan, lakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan pemeriksaan serviks.  :
1)  Bila didapat perubahan dalam penipisan dan p[embukaan serviks, lakukan drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes permenit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimal 40 tetes/menit) atau berikan preprat prostaglandin, lakukan penilaian  ulang setiap 4jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin, lakukan secsio sesarea.
2)  Bila tidak ada perubahan dalam penapisan dan pembukaan serviks serta tak didapat tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu.
3)  Bila didapatkan tanda adanya amnionitis,  berikan induksi dengan oksitosin 5U dan 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes permenit, setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai adekuat (maksimal 40 tetes/menit) atau berikan preprat prostaglandin, serta obati infeksi dengan ampisilin 2 gr IV sebagai dosis awal dan 1 gr IV setiap 6 jam dan gentamicin 2x80 mg.

c.  Prolonged active phase  (fase aktif memanjang)
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (chepalo Pelvic Disporportion) atau adanya obstruksi :
1)  Berikan berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan
2)  Bila ketuban intak, pecahkan ketuban. Bila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm/jam, lakukan penilaian kontraksi uterusnya.

d.  Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik) pertimbangkan adanya kemungkinan CPD, obstruksi, malposisi atau  malpresentasi.

e.  Chefalo Pelvic Disporpotion (CPD)
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam persalinan terjadi CPD akan kita dapatkan persalinan yang macet. Cara penilaian pelvis yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan  (trial of labor) kegunaan  pelvimetri klinis terbatas.
1)  Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan SC
2)  Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila tidak mungkin lakukan SC)

f.   Obstruksi (Partus Macet)
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi :
1)  Bayi hidup lahirkan dengan SC
2)  Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.

g.  Malposisi/Malpresentasi
Bila tejadi malposi atu malpresentasi pada janin secara umum :
1)  Lakukan evaluasi cepat kondisi ibu (TTV)
2)  Lakukan evaluasi kondisi janin DJJ, bila air ketuban pecah lihat warna air ketuban :
a)  Bila didapatkan mekoneum awasi yang ketat atau intervensi
b)  Tidakada cairan ketuban pada saat ketuban pecah menandakan adanya pengurangan jumlah air ketuban yang ada hubungannya dengan gawat janin.
3)  Pemberian bantuan secara umum pada ibu inpartu akan memperbaiki kontraksi atau kemajuan persalinan
4)  Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf
5)  Bila terjadi partus lama lakukan penatalaksanaan secar spesifik sesuai dengan keadaan malposisi atau malpresentasi yang didapatkan. (Saifudin AB, 2007 : h 191-192)

h.  Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri)
Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disporporsi  atau obstruksi bias disingkirkan, penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi yang tidak adekuat

i.    Kala II memanjang (prolonged explosive phase)
Upaya mengejan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan, mengedan dan menahan nafas yang etrlalu lama tidak dianjurkan. Perhatikan DJJbradikardi yang lama mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat. Dalam hal ini lakukan ekstraksi vakum / forcep bila syarat memenuhi.

Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bias disingkirkan, berikan oksitosin dri. Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan bantuan ekstraksi vacuum / forcep  bila persyaratan terpanuhi. Lahirkan dengan secsio sesarea.

PRE EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA


Pre Eklampsia dan Eklampsia pada kehamilan



Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma.

Pre-eklampsia adalah salah satu ka­sus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Ke­lainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pa­da ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia. Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai pembagian di atas.

Penyebab:

Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari – ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.

Faktor Risiko :
  1. Kehamilan pertama
  2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
  3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
  4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
  5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi)
  6. Kehamilan kembar
Deteksi dini :
  1. Menyaring semua kehamilan primigravida (kehamilan pertama), ibu menikah dan langsung hamil, dan semua ibu hamil dengan risiko tinggi terhadap pre-eklampsia dan eklampsia.
  2. Pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal triwulan satu kehamilan

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui terdapatnya protein dalam air seni, fungsi organ hati, ginjal, dan jantung, fungsi hematologi / pembekuan darah

Pre-eklampsia ringan
Tanda dan gejala :
  1. Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg
  2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
  3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan

Tatalaksana pre eklampsia ringan dapat secara :

Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :
  • Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya
  • Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus
  • Vitamin
  • Tidak perlu pengurangan konsumsi garam
  • Tidak perlu pemberian antihipertensi
  • Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu

Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :
  • Pre eklampsia ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat
  • Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu : tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan eklampsia seperti nyeri kepala hebat di depan atau belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan atas, nyeri ulu hati
  • Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim
Tatalaksana
  • Pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan
  • Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan umur kehamilan 37 minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari lalu boleh dipulangkan

Pre-eklampsia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Tanda dan gejala pre-eklampsia berat :
  1. Tekanan darah sistolik ? 160 mmHg
  2. Tekanan darah diastolik ? 110 mmHg
  3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
  4. Trombosit < 100.000/mm3
  5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam) 6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
  6. Nyeri ulu hati
  7. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
  8. Perdarahan di retina (bagian mata)
  9. Edema (penimbunan cairan) pada paru
  10. Koma

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :
  1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan. Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan, adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya “HELLP syndrome” (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).
  2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian obat-obatan.Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Perawatan konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu :
·         Segera masuk rumah sakit
·         Tirah baring
·         Infus
·         Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
·         Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
·         Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami
·         Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre-eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)




Eklampsia
Definisi
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.




Gejala dan Tanda
  1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
  2. Gangguan penglihatan à pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
  3. Iritabel à ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
  4. Nyeri perut à nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
  5. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
  6. Kejang-kejang dan / atau koma
  
Tatalaksana
Tujuan pengobatan :
  1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang
  2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
  3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
  4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Pengobatan Konservatif
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).
Pengobatan Obstetrik
  1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin
  2. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu
Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.

Pencegahan

Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.



METODE AMENOREA LAKTASI (MAL)

Post Terkait Kesehatan


METODE AMENOREA LAKTASI


Metode Amenorea Laktasi (MAL) merupakan metode kontrasepsi sementara yang mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya. Dapat dikatakan sebagai metode keluarga berencana alamiah (KBA) apabila tidak dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.
Metode Amenora Laktasi (MAL) dapat dipakai sebagai alat kontrasepsi, apabila : Menyusui secara penuh, lebih efektif diberikan minimal 8 kali sehari, Belum mendapat haid, Umur bayi kurang dari 6 bulan.

Adapun cara kerja dari Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah menunda atau menekan terjadinya ovulasi. Pada saat laktasi/menyusui, maka kadar prolaktin meningkat dan hormon gonadotrophin melepaskan hormon penghambat akan mengurangi kadar estrogen, sehingga tidak terjadi ovulasi.
Efek samping dari metode ini mengukur dan keamanan dari berbagai metode keluarga berencana juga sulit dilakukan, tetapi alasannya dalam hal ini adalah bahwa sebagian besar metode sudah sedemikian aman sehingga kejadian merugikan yang serius sangat jarang dijumpai. Kejadian merugikan yang kurang serius sering kali cukup bersifat subjektif. Kemungkinan mengalami efek samping suatu metode, serius atau tidak, dapat diperkecil dengan mematuhi kontraindikasi pemakaiannya.

            Efektifitas Metode Amenorea Laktasi (MAL) ini sangat tinggi sekitar 98 % apabila digunakan secara benar dan memenuhi persyaratan. Manfaat metode ini banyak sekali diantaranya : Dapat segera dimulai setelah melahirkan, tidak memerlukan prosedur khusus/alat maupun obat, tidak memerlukan pengawasan medis, tidak menggangu senggama, mudah digunakan, tidak perlu biaya, tidak menimbulkan efek samping, dan tidak bertentangan dengan budaya maupun agama. Tapi disisi lain metode ini juga mempunyai keterbatasan sepert tidak direkomendasikannya pada kondisi ibu yang mempunyai HIV/AIDS, TBC aktif. Namun demikian, boleh digunakan dengan pertimbangan klinis medis, tingkat keparahan ibu, ketersediaan, dan penerimaan metode kontrasepsi lain.


Yang Seharusnya Tidak Pakai MAL:
1.sudah mendapat haid setelah bersalin.
t2.idak menyusui secara eksklusif.
3.bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan.
4.bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam.

Beberapa catatan dari konsensus Bellagio (1988) untuk mencapai ke efektifan 98% 
1.ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh (hanya sesekali diberi 1-2 teguk air/minuman pada upacara adat/agama.
2.perdarahan sebelum 56 hari pascapersalinan dapat diabaikan (belum dianggap haid)
3.bayi menghisap secara langsung.
4.menyusui dimulai dari setengah sampai satu jam setelah bayi lahir
5.kolostrum diberikan kepada bayi
6.pola menyusui on demang dan dari kedua payudara.
7.sering menyusui selama 24 jam termasuk malam hari
8.hindari jarak menyusui lebih dari  jam

Setelah bayi berumur 6 bulan, kembalinya kesuburan mungkin didahului haid, tetapi dapat juga tanpa didahului haid. efek ketidak suburan karena menyusui sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek:
1.Cara Menyusui 
2.seringnya menyusui
3.lamanya setiap kali menyusui
4.jarak antara menyusui
5.kesungguhan menyusui

PENANGANAN ANTONIA UTERI


Penanganan Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat (Manuaba & APN).
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan  pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.
Tanda dan gejala atonia uteri
  1. perdarahan pervaginam
  2. konsistensi rahim lunak
  3. fundus uteri naik
  4. terdapat tanda-tanda syok
  •  tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90
  • pucat
  • keriangat/ kulit terasa dingin dan lembab
  • pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
  • gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
  • urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
  • nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
Adapun penanganan atonia uteri sebagai berikut :

NO
Langkah     penatalaksanaan
   Alasan
1
Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta(maksimal 15 detik)
   Masase merangsang kontraksi      uterus. Saat dimasase dapat          dilakukan penilaia kontraksi          uteruS
2
Bersihkan bekuan darah adan selaput ketuban dari vaginadan lubang servik
   Bekuan darah dan selaput              ketuban dalam vagina dan            saluran serviks akan dapat            menghalang kontraksi uterus        secara baik.
3
Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika penuh dapat  dipalpasi, lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptik
   Kandung kemih yang penuh          akan dapat menghalangi uterus      berkontraksi secara baik.
4
Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit
   Kompresi bimanual internal          memberikan tekanan langsung      pada pembuluh darah dinding        uterusdan juga merangsang          miometrium untuk                        berkontraksi.
5
Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal
   Keluarga dapat meneruskan          kompresi bimanual eksternal        selama penolong melakukan          langkah-langkah selanjutnya
6
Keluarkan tangan perlahan-lahan
   Menghindari rasa nyeri
7
Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau misopostrol 600-1000 mcg
   Ergometrin dan misopostrol          akan bekerja dalam 5-7 menit        dan menyebabkan kontraksi uterus
8
Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkiN
   Jarum besar memungkinkan          pemberian larutan IV secara          cepat atau tranfusi darah. RL        akan membantu memulihkan        volume cairan yang hilang            selama perdarahan.oksitosin IV    akan cepat merangsang                  kontraksi uterus.
9
Ulangi kompresi bimanual internal
   KBI yang dilakukan bersama        dengan ergometrin dan                  oksitosin atau misopostrol akan    membuat uterus berkontraksi
10
Rujuk segera
   Jika uterus tidak                            berkontaksiselama 1 sampai 2      menit, hal ini bukan atonia            sederhana. Ibu membutuhkan        perawatan gawat darurat di            fasilitas yang mampu                    melaksanakan bedah dan              tranfusi darah
11
Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI
   Kompresi uterus ini                      memberikan tekanan langung        pada pembuluh darah dinding        uterus dan merangsang uterus        berkontraksi
12
Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam sehingga menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc yang kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi
   RL dapat membantu                      memulihkan volume cairan          yang hilang akibat perdarahan.      Oksitosin dapat merangsang          uterus untuk berkontraksi.

MAKALAH ATONIA UTERI



PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adapun yang melatarbelakangi makalah ini yang membahas mengenai “ Atonia Uteri” adalah agar kita dapat mengetahui apa itu atonia uteri dan bagaimana cara penatalaksanaan pada atonia uteri. Makalah ini dibuat agar mahasiswa lebih memahami lagi tentang pengertian, penyebab, dan cara penanganan atonia uteri.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan Pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi

Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).


B. Rumusan Masalah

1.    Menjelaskan tentang pengertian atonia uteri

2.    Menjelaskan factor penyebab terjadinya atonia uteri

3.    menjelaskan tanda dan gejala terjadinya atonia uteri
4.    Menjelaskan cara penanganan atau penatalaksanaan atonia uteri

C. Tujuan Penulisan

1.    Mengetahui dan memahami tentang atonia uteri

2.    Menambah pengetahuan tentang atonia uteri

3.    Dapat mengetahui mengenai pengertian, etiologi, factor penyebab, dan juga penatalaksanaan atonia uteri.


TINJAUAN PUSTAKA/TEORI

2.1 Pengertian Atonia Uteri

-Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta ; 2002)

-Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek.

-Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
-Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Sarwono, 2009)


2.2. Faktor Penyebab Terjadinya Atonia Uteri

Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :

a.    Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :

•    Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
•    Kehamilan gemelli
•    Janin besar (makrosomia)
b.    Kala satu atau kala 2 memanjang
c.    Persalinan cepat (partus presipitatus)
d.    Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
e.    Infeksi intrapartum
f.    Multiparitas tinggi
g.    Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia atau eklamsia.
h.    Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
i.    Malnutrisi
j.    Kesalahan penanganan dalam usaha melahirkan plasenta
k.    Ibu dengan keadaan umum jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun
l.    Ada riwayat pernah atonia uetri sebelumnya
m.    Kehamilan grande-multipara
n.    Kelainan uterus
o.    Riwayat  peradarahan pasca persalinan atau riwayat plasenta manual
p.    Tindakan opertaif dengan anstesi umum yang terlau dalam
q.    Partus lama
r.    Hipertensi dalam kehamilan

 Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.


2.3 Manifestasi Klinis

1.    Uterus tidak berkontraksi atau lemahny kontraksi uterus dan lembek

2.    Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)


2.4 Tanda dan gejala atonia uteri

1.    Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah

2.    Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya
3.    Fundus uteri naik
4.    Terdapat tanda-tanda syok
a.    nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b.    tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c.    pucat
d.    keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e.    pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f.    gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g.    urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)     
   
2.5 Diagnosis
    Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir  ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.


2.6 Pencegahan Atonia Uteri 

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.

Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin tern/yata lebih efektif dibanding oksitosin.


2.7 Langkah-langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri

    Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan klinisnya.

 Langkah penatalaksanaan  &  Alasan

1.Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta(maksimal 15 detik). Alasan: Masase merangsang kontraksi uterus. Saat dimasase dapat dilakukan penilaia kontraksi uterus

2.Bersihkan bekuan darah adan selaput ketuban dari vaginadan lubang servik. Alasan: Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik.

3.Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika penuh dapat  dipalpasi, lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptik. Alasan: Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik.

4.Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit . Alasan: Kompresi bimanual internal memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterusdan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. 

5.Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal (KBE). Alasan: Keluarga dapat meneruskan kompresi bimanual eksternal selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya

6.Keluarkan tangan perlahan-lahan. Alasan: Menghindari rasa nyeri

7.Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau misopostrol 600-1000 mcg. Alasan: Ergometrin dan misopostrol akan bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus
8.Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin. Alasan: Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat atau tranfusi darah. RL akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan.oksitosin IV akan cepat merangsang kontraksi uterus.
9.Ulangi kompresi bimanual internal. Alasan: KBI yang dilakukan bersama dengan ergometrin dan oksitosin atau misopostrol akan membuat uterus berkontraksi
10. Rujuk segera    Jika uterus tidak berkontaksi selama 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia sederhana. Alasan:  Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan bedah dan tranfusi darah
11. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI. Alasan: Kompresi uterus ini memberikan tekanan langung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang uterus berkontraksi
12. Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam sehingga menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc yang kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi. Alasan: RL dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang akibat perdarahan. Oksitosin dapat merangsang uterus untuk berkontraksi.


Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.



2.8 Manajemen Atonia Uteri ( Penatalaksanaan)

1.    Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.


2.    Masase dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera



3.    Jika uterus tidak berkontraksi maka 

Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

•    Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.

•    Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
•    Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
•    Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera


4.    Pemberian Uterotonika 

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.



Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.


5.    Operatif 

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.



6.    Ligasi Arteri Iliaka Interna (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)

    Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.



7.    Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.



8.    Kompresi bimanual atonia uteri

Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci.

Teknik :

1.    Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan
2.    Eksplorasi dengan tangan kiri
3.    Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
4.    Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas
5.    Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar, itu tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya. Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.



PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%). Atonia Uteri disebut juga sebagai suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (April, 2007).

Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi.


 DAFTAR PUSTAKA
-Rukiyah, ali yeyeh dan Lia yulianti. 2010. Asuhan kebidanan IV ( Patologi kebidanan ), Jakarta Timur : CV.Trans Info Media
-Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku ilmu kebidanan, Jakarta  : PT BINA PUSTAKA
Manuaba. 2007. Pengantar kuliah obstetric , Jakarta : EGC
-Depkes RI. 2007. Asuhan Persalinan Normal ,Jakarta : JNPK-KR/POGI dan JHPIEGO Corporation
-Rohani dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada masa Persalinan , Jakarta : Salemba Medika
-Prawirohardjo, sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta  : PT BINA PUSTAKA